Dari judulnya, keliatannya kita lagi mau bicara tentang tema film India yang selalu bikin facing antara Pacar dan Ortu. Kayaknya emang begitu, tapi ada beda pada hasilnya nanti, baca aja selanjutnya.
Kalau kita sedang suka, jatuh cinta, ada kasih, falling (dan bahasa lainnya) ama seorang wanita (gua lebih suka menyebutnya wanita daripada perempuan), dan kita berpikir untuk melanjutkan hubungan lebih jauh, biasanya kita akan berusaha semampu mungkin untuk merealisasi "cerita India" itu. Abis, "ia" begitu indah, begitu mengharukan dan romantis, bahkan gak berlebihan kadang punya efek langsung pada kesehatan dan sikap kita sehari-hari.
DEMIKIAN INDAHNYA Masalahnya berlanjut ketika kita sadar bahwa KITA HIDUP DALAM TATANAN MASYARAKAT ASIA, DIMANA PERAN ORANG TUA SEDIKIT BANYAK MASIH MEMPUNYAI KEPENTINGAN DALAM DIRI KITA, BAHKAN KADANG PERAN MASYARAKATPUN IKUT MENENTUKAN. Itu sebabnya dalam banyak undangan dan dekorasi pernikahan banyak ditemukan berseliweran kata-kata "Mohon doa restu", dimana tradisi kayak gini gak kita temukan dalam masyarakat Barat (Barat disebutkan di sini bukan berarti wah, ini cuma perbandingan fenomena).
Dalam beberapa orang, percintaan sering gak berjalan dengan mulus karena faktor yang baru disebut di atas. Sebuah keberuntungan kalau kekasih anda diterima apa adanya oleh orang tua dan (mungkin) masyarakat anda, namun ketika sebaliknya terjadi gimana?
Beberapa teman saya kasih saran, coba dong didialogkan kembali dengan orang tua dengan baik-baik, dicarikan jalan keluarnya. Itu betul jika kemudian orang tua dapat menurunkan "standar permintaannya", namun BAGAIMANA KETIKA MEREKA TETAP BERPEGANG KUKUH DENGAN PENDAPATNYA untuk menolak kekasih anda?
Teman saya nyeletuk, "Orang tua apaan tuh! Masa sih kebahagiaan si anak dihalang-halangi, toh mereka menginginkan sebuah kebaikan (maksudnya pernikahan, suatu institusi yang tentu saja direstui oleh Tuhan)." Yang satu lagi menambahkan, "Apa sih maksud orang tua seperti itu, apakah mereka menginginkan anaknya berpasangan tanpa saling menyayangi?" Si A nyeletuk dengan kasar, "Emang yang mau kawin siapa sih, bokap nyokap loe apa loe, kok jadi dia pada yang repot?" Dan bermacam-macam tanggapan dari teman-teman.
So judulnya di sini adalah PERTENTANGAN, mana yang anda pilih ketika solusi "keinginan" anda terhalang oleh "idealisme' orang tua?
CINTA (SAAT BELUM MENIKAH) BUKAN SEGALA-GALANYA, DIA BISA DATANG DAN PERGI BEGITU SAJA (saya tau kalimat ini pasti tidak disukai oleh banyak orang, khususnya para idealis cinta, tapi itulah realita). Cinta itu, seperti kata pepatah Jawa, timbul hanya karena faktor kebersamaan yang sering. Itu sebabnya Dewa bilang dalam salah satu lirik lagunya, "Beri aku sedikit waktu, biar cinta datang karena telah terbiasa." So, UNSUR TERPENTING PEMBENTUKAN CINTA ADALAH UNSUR "SELALU BERSAMA", itu saja, gak lebih. (Kalau loe deket ama seorang cewek cuma temenan biasa asalnya, kemudian akrab bener, jangan heran kalau kemudian bisa jatuh cinta, itu karena unsur kebersmaan tadi).
Logikanya, KETIKA KEBERSAMAAN ITU HILANG, MAKA HILANGLAH CINTA ITU. Jangan heran jika kita sering menganggap aneh dan gak realistis orang-orang yang selalu mengenang berat kekasih masa lalu kalau hanya untuk dikenang begitu saja dan hanya untuk bahan perbandingan (kecuali kalau mengenangnya cuma buat hiburan aja, itu sih gak bikin rusak). Jangan heran juga kalau orang yang pacaran long distance banyak yang putus hehehehe
Menghilangkan cinta dengan cara menghilangkan kebersamaan, jika itu dilakukan tentunya bukan suatu hal yang mudah. iya khan? Yup, itu benar, ketika anda memutuskan untuk menjauhi sang kekasih, itu memang suatu keputusan yang berat, bahkan tidak berlebihan kalau dibilang itu bisa bikin anda cengeng dan serasa dunia ini hampa (kayak roman picisan). Namun percaya atau tidak, itu satu-satunya proses terapi mujarab hingga saat ini.
Kembali ke masalah ortu. Kita dihadapkan pada dua pilihan sekarang, antara MENURUTI KEINGINAN ORANG TUA UNTUK MEMBONGKAR CINTA KITA dan antara MEMASANG CINTA PADA KEKASIH KITA. Dilema bukan? Kayak si buah Simalakama, duanya-duanya pilihan yang berat.
Mari kita itung-itungan sekarang dengan asas kebesaran jiwa.
Ada satu pernyataan dari seorang bijak ketika menasehati anak didiknya, Si bijak bilang, "PATUTKAH KAMU MENYAKITI HATI ORANG TUA YANG TELAH BERPULUH-PULUH TAHUN MENDIDIK, MENGASUH, dan MEMBIMBINGMU.
Ketika kamu kecil mereka nyebokin kamu kalau buang air, mandiin, menggendong kamu dalam pelukannya selama dua tahun lebih dengan kasih sayang tanpa imbalan? Kemudian semua jasa itu kamu lupakan begitu saja dan kamu balas dengan sebuah protes yang menyakitkan hati mereka? Dan itu kamu lakukan hanya karena seseorang yang baru kamu kenal dalam hitungan satu atau dua tahun? Haruskah kasih sayang berpuluh-puluh tahun itu dimusnahkan untuk kasih sayang katakan, dua tahun!?
Sebuah pertanyaan yang betul-betul dalam dan jelas maknanya jika diterima dengan jiwa yang bersih.
Si bijak kemudian melanjutkan," Nak, kamu masih mau comparing antara cinta si Dia dengan kamu dan cinta orang tua terhadap kamu? Sungguh, tidak balance, ada yang berat sebelah! Jauh dan sangat jauh. Cinta dia kepada kamu, sedikit banyak bertendensi, saya tidak bisa pastikan bertendensi apa, namun cinta mereka (orang tua) terhadapmu, sungguh, saya berani pastikan adalah tanpa tendensi apapun! BAGI ORANG TUA, KEBAHAGIAAN KAMU DI MASA DEWASA SAJA SUDAH CUKUP SEBAGAI KEBANGGAAN DAN KEBERHASILAN ATAS USAHA CINTANYA SELAMA INI UNTUK KAMU. SEDERHANA DAN TANPA TENDENSI!"
"Satu lagi yang mesti kamu pikirkan, dan ini sangat besar artinya untuk ketenangan jiwa kamu, yaitu, ADAKAH KAMU RELA ORANG TUAMU MENINGGAL DUNIA NANTI SEMENTARA DALAM HATINYA MASIH MENYIMPAN PERASAAN SAKIT SAMA KAMU? ADAKAH KAMU RELA MEREKA MENINGGALKANMU UNTUK YANG TERAKHIR KALINYA TANPA SENYUM SAMA KAMU?"
"KECINTAAN DAN KEPATUHAN KEPADA ORANG TUA ADALAH KECINTAAN DAN KEPATUHAN TOTAL TANPA SYARAT, KECUALI SATU, KETIKA MEREKA MENGAJAKMU BERBUAT TIDAK BAIK, ITU SAJA! DI LUAR ITU, ADALAH KEPATUHAN TOTAL."
?DAN JIKA KEDUANYA MEMAKSAMU UNTUK MEMPERSEKUTUKAN-KU DENGAN SESUATU YANG TIDAK ADA PENGETAHUANMU TENTANG ITU, MAKA JANGANLAH KAMU MENGIKUTI KEDUANYA DAN PERGAULILAH KEDUANYA DI DUNIA DENGAN BAIK" [Luqman:15]. Jadi, kalau ortu ngajak ke arah kemusyrikan maka tidak wajib kita mentaati mereka. Hanya saja sebagai anak tetap berkewajiban bergaul dengan baik selama di dunia. Sikap santun harus senantiasa dijaga.
"Aku bisa mengerti, jiwamu sedang bergejolak, sakit menerima kenyataan, bahkan gak menutup kemungkinan kasus-kasus cinta kayak gini bisa bikin orang bunuh diri. Namun inilah dunia dengan permasalahannya, tidak semuanya happy ending, KADANG SEBUAH KEPUTUSAN PAHIT HARUS DIAMBIL UNTUK MENGHINDARI AKIBAT KEPUTUSAN YANG LEBIH PAHIT.
Tidak semua masalah mempunyai solusi happy kayak film-film India, contohnya adalah masalahmu ini. Di sini tidak ada solusi, yang ada cuma opsi, antara tetap meneruskan cintamu ama si dia dan antara kepatuhan terhadap keinginan orang tua."
Kamu mungkin bilang, "Guru, anda begitu mudah menasehati saya, Anda tidak merasakan sedikitpun apa yang sedang saya rasakan." Saya akan jawab, seorang yang bijak adalah seseorang yang bisa mengatur derap emosi jiwa dengan logika, begitu kira-kira yang saya pahami selama saya hidup. Saya menghargai cinta kamu, dan itu merupakan bukti bahwa kamu adalah manusia yang romatik dan penuh cinta, namun permasalahannya di sini adalah, kamu berhadapan dengan cinta lain yang lebih tulus meskipun bagi kamu (sementara ini) cinta tulus orang tua itu bukan cinta tetapi suatu tekanan yang menyakitkan."
"KASIH ORANG TUA KEPADA ANAKNYA TAK AKAN HABIS, NAMUN ITU BUKAN ALASAN BUAT KAMU UNTUK MENYAKITINYA, PAHAMI ITU SEBAGAI CINTA DAN KASIH YANG ABADI."
Si anak didik memotong, "Kebanyakannya, orang tua bisa menerima kita setelah kita punya anak, itu khan artinya nanti bisa kembali damai kalau saya tetap meneruskan keinginan mengawini kekasih saya."
Sang Guru menjawab, " Ya, ada beberapa yang seperti itu, namun, jika itu mungkin bisa terjadi kepada kamu juga. Tetapi JIKA ITU TETAP KAMU LAKUKAN, KAMU TELAH MENINGGALKAN SEDIKIT NODA DALAM JIWA MEREKA DAN ITU SUDAH CUKUP SEBAGAI NILAI MINUS KAMU DI JIWA MEREKA. Itu pun kalau mereka kemudia memaafkanmu setelah mereka melihat cucu. Permasalahannya, apakah kamu yakin bahwa mereka suatu saat nanti mereka dapat memaafkan? jika ternyata tidak hingga akhir hayat mereka, kamu akan dihantui dengan perasaan tidak tenang dan rasa bersalah di saat mereka tidak ada lagi. Sungguh Nak."
"Sekali lagi, CINTA KAMU DENGAN DIA SEBELUM PERNIKAHAN, BUKAN SEGALANYA, SEKALI LAGI BUKAN SEGALANYA. CINTA SEMACAM INI MASIH BISA DATANG DAN PERGI, BERBEDA DENGAN KASIH DAN CINTA PASCA PERNIKAHAN, tidak begitu mudah untuk create cinta baru yang lain, karena ia sudah dilandasi dengan aspal baru, yaitu aspal TANGGUNGJAWAB DAN KOMITMEN, karena pernikahan adalah suatu perjanjian bernilai sakral abstrak yang harus diperjuangkan, meskipun dengan nyawa. KEHIDUPAN CINTA PASCA PERNIKAHAN ADALAH KOMITMEN PRIBADI DUA ANAK MANUSIA UNTUK TETAP MENJAGA SEBISA MUNGKIN AGAR TIDAK RETAK, MESKIPUN ITU HARUS DENGAN MENJUAL IDEALISME HARIAN. Sangat berbeda dengan kehidupan cinta sebelum pernikahan, sangat berbeda, yang kayak gini tuh masih bisa dibongkar pasang, masih bisa di-adjust sono-sini, itu realita. Saya tidak katakan cintamu sama dia tidak harus diperjuangkan sama sekali. Yang saya ingin katakan di sini adalah, cintamu dengan seseorang sebelum pernikahan adalah masih bernilai fifty-fifty untuk dipertahankan, ini artinya kamu bisa saja mempertahankan cinta itu, memperjuangkannya, cuma, menurut saya, proporsional dong. Artinya ketika dihadapkan kepada memilih antara dia dan kepatuhan terhadap orang tua, maka di sinilah kamu harus hitung menghitung kayak orang dagang! Yah, semacam usaha untuk lebih relistis."
Si murid mulai ragu dan bertanya, "Jika saya mengikuti orang tua, apakah ini berarti saya pengecut dan tidak berani dalam mengambil keputusan untuk menikahinya, tidak berani dalam memperjuangkan Cinta?" Sang guru: "Anakku, cobalah belajar untuk membedakan antara pemberani dengan si konyol!"
Sang Murid, "Lalu apa yang harus saya katakan kepada si Dia?" Guru, "Berbicaralah apa adanya, bahwa kamu telah berusaha untuk meyakinkan orang tua namun tidak berhasil, dia tentu akan sedih bercampur dengan marah, itu pasti, namun kamu perlu jelaskan juga, bahwa dia tidak sedih dan marah sendiri. Tidak ada orang yang ingin kebahagiaannya rusak dan hancur. Namun tidak berarti juga realita hidup selalu happy ending kayak film India."
Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam bersabda, ?BARANGSIAPA MEMBUAT HATI ORANG TUA SEDIH, BERARTI DIA TELAH DURHAKA KEPADANYA." [Riwayat Bukhari]. Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda, ?TERMASUK PERBUATAN DURHAKA SESEORANG YANG MEMBELALAKKAN MATANYA KARENA MARAH. [Riwayat Thabrani].
Semoga Allah menjadikan kita sebagai anak-anak yang dapat MEMPERSEMBAHKAN CINTA, SAYANG, HORMAT DAN BAKTI KITA KEPADA KEDUANYA, HANYA UNTUK SATU TUJUAN: MERAIH CINTA, AMPUNAN, PAHALA DAN RIDHA-NYA.
Amin allahumma amin...
repost from: http://www.dudung.net/