"Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku dengan sebab (pujian) yang mereka ucapkan,
dan ampunilah aku dari (perbuatan dosa) yang tidak mereka ketahui
(dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka)"
(HR. Bukhari)

Apa Itu Ahlussunnah Wal Jamaah ?

DEVINISI AHLUSUNNAH  WAL JAMA’AH 

Istilah “Ahlusunnah Waljamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:

a. Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau “pengikut’

b. Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti “tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.

c. Wa, yang berarti “dan atau “serta”

d. Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti ‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.


Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Talib).

Selanjutnya, jalan hidup Rasul SAW. tidak lain ialah ekspresi nyata dari isi kandungan al-Quran. Ekspresi nyata tersebut kemudian biasa diistilahkan dengan “al- Sunnah” atau “al-Hadits’ Kemudian, al-Quran sebagai Wahyu Ilahi, terkemas sendiri dalam mushaf al-Quran al Karim”,  sedangkan ekspresi nyatanya pada diri Rasul SAW. pun terkemas secara terpisah dalam “mushaf al-sunnah, al-hadits’ seperti dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, sunan Al Tirmizi, Sunan al-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah, serta Kitab-kitab al Hadits yang disusun oleh para ulama lainnya.

Sementara itu, para sahabat, khususnya sahabat empat; adalah generasi pertama dan utama dalam melazimi “Perilaku Rasulullah SAW., sehingga jalan hidup mereka praktis merupakan penjabaran nyata dan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Setiap langkah hidupnya, praktis merupakan aplikasi dari norma-norma yang terkandung dan dikehendaki oleh ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan kontrol langsung dari baginda Rasul SAW. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relatif terjamin kelurusannya dalam mempedomani ajaran Islam, sehingga jalan hidup mereka pulalah yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah jalan hidup Rasul SAW.

Adapun wujud kongkritnya, Ahlussunnah Waljamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk al-Quran dan al Sunnah al Sahihah. Artinya dalam segala hal selalu merujuk kepada petunjuk al-Quran dan al-Sunnah.

Dengan kata lain, Ahlussunnah Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul SAW. dan jejak hidup para sahabatnya, dengan senantiasa berpegang teguh kepada al-Qunan dan A-Sunnah.

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِفْتَرَ قَتْ الْيَهُوْدُ عَلَىءِاحْدَىوَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً, وَاَفْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ائْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. وَتَفَرَّقَ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً (رواه الاربعه)

“Dari sahabat Abu Hurairah ra. dia berkata, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : Umat Yahudi telah pecah menjadi 71 golongan dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal pecah menjadi 73 golongan” (Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah).

Hadits ini, tidak secara tegas menyatakan adanya golongan yang disebut “Ahlussunnah Waljamaah”. Tetapi baru diisyaratkan bakal terpecahnya umat Rasulullah SAW menjadi 73 golongan (firqah). Maka golongan ahlussunnah Waljamaah berarti salah satu dari ke-73 golongan tersebut.

Hadits lain, yakni yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah Ibnu Umar ra., bahwasanya Nabi SAW. beriabda:

…وَاِنَّ بَنِى اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً. كُلُّهُمُ فِى النَّارِ اِلاَمِلَّةً وَاحِدَةً. قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْل اللهِ؟ قَالَ: مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِي (رواه الترمذى)

“… Dan sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja. Para sahabat bertanya: Siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? jawabnya: Itulah golongan yang senantiasa mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku”. (HR. Al Tirmizi).

Dalam teks hadits ini, meskipun belum secara tegas terungkap istilah “Ahlussunnah Waljamaah”; namun maknanya sudah tersirat di dalamnya, yakni bahwa golongan yang selamat dari ancaman neraka itu adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak (Jalan hidup) Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Padahal, makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai batasan (pengertian) Ahlussunnah Waljamaah.

Dengan demikian, maka golongan Ahlussunnah Waljamaah ialah satu-satunya golongan umat Rasul yang selamat dari ancaman neraka. Hal ini lebih tegas lagi diungkapkan dalam hadits lain yang berbunyi:

وَالَّذِىْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. فَوَاحِدَةً فَى الْجَنَّةُ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ. قِيْلَ: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (رواه الطبرانى)

(Rasulullah SAW) bersumpah: Demi zat yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku bakal terpecah, menjadi 73 golongan. Maka yang satu golongan masuk syurga, sedangkan yang 72 golongan masuk neraka. Sedang sahabat bertanya : Siapakah golongan yang masuk itu ya Rasulullah? Jawabnya Yaitu golongan Ahlussunnah Waljamaah” (HR. al-Tabrani)

Teks Hadits secara langsung menyebutkan kata “Ahlussunnah Waljamaah” sebagai satu-satunya golongan yang dinyatakan bakal masuk surga.

Berdasarkan ketiga hadits tersebut, jelaslah bahwa umat Islam akan terpecah ke dalam banyak golongan, Sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. Di antara sekian banyak (73) golongan itu, terdapat satu golongan yang selamat dari ancaman neraka, yakni golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulullah SAW. dan jejak hidup para sahabatnya. Dan golongan yang selamat (masuk surga) itu tidak lain ialah golongan Ahlussunnah Waljamaah.

…فَعَلَيْكُمُ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيينَ, تَمَسَّكُوْابِهَا وَعَضُوْا عَلَيْهَا بِاالنَّوَاحِذِ (ابو داوود)

“….Maka berpegang teguhlah kalian terhadap Sunnah-ku serta sunnah Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk’ Pedomanilah sunnah (jalan hidup) mereka dan pegangilah erat-erat !“ (HR. Abu Dawud).

________________

Penjelasan tentang Ahlussunnah Wal Jamaah di atas adalah benar sebatas tingkat  DEVINISI. Devinisinya memang benar seperti itu sebagaimana Ummat Islam Aswaja dan Salafy Wahabi juga demikian devinisinya. Akan tetapi, bagaimana Salafy Wahabi dengan tingkat prakteknya, apakah sudah benar? Sayangnya Salafy Wahabi tidak pernah menjelaskan  bagaimana praktek mengikuti Rasulullah dan Para Sahabat padahal ini yang terpenting. Hal ini sangat penting, mengingat kita ini sebagai penganut Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah yang lahir ribuan tahun setelah kurun Nabi Muhammad dan para Sahabatnya.

Apakah bisa mengikuti secara langsung padahal kita tidak pernah bertemu Nabi dan para Sahabat? Atau cukupkah hanya dengan belajar sendiri (otodidak) dengan membaca buku-buku  hadits dan atsar para Sahabatnya lalu kita menjadi seorang Ahlussunnah Wal Jamaah? Tentu tidak demikian cara praktek mengikuti Nabi dan para Sahabatnya. Kalau nekad mengikuti Nabi dan Sahabatnya secara otodidak, lebih-lebih jika yang dibacanya juga buku-buku dari mereka yang belajarnya juga secara otodidak maka bisa dijamin akan tersesat jalannya sehingga bukan Sunnah-sunnah  yang dijalaninya melainkan jalan syetan. Ingat, belajar agama Islam tanpa guru, gurunya adalah Syetan. Dan syetan adalah ahlul fitnah yang luar biasa liciknya.

Cara Praktek yang benar mengikuti Rasul dan para Sahabatnya yang lazim dijalani oleh para penganut Ahlussunnah Wal Jamaah adalah melalui jalan “guru” (sanad) yang bersambung sampai kepada Rasulullah Saw. Prakteknya untuk kasus di Indonesia bisa digambarkan sbb: kita belajar kepada guru, guru belajar kepada gurunya, gurunya belajar kepada Kiyai A, Kiyai belajar kepada gurunya, gurunya belajar kepada Syaikhnya, teruuuus bersambung ke atas sampai ketemu Tabi’ut Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in belajar kepada Tabi’in, Tabi’in belajar kepada Sahabat Nabi, Sahabat Nabi belajar kepada Nabi Saw. Demikian gambarannya bagaimana cara praktek mengikuti Nabi dan para Sahabat. Belajar agama Islam melalui guru tetapi kemudian menentang ajaran gurunya yang bersambung tsb, maka otomatis penentangannya menyebabkan dia memisahkan dirinya dari mata-rantai sanad ilmunya. Sehingga sanadnya terputus dan berjalan di atas sanad yang dirintisnya sendiri secara otodidak.

Jadi kalau ada seseorang belajar agama Islam secara otodidak maka dia akan memiliki faham tersendiri (eksklusif, menyempal) dan hasil pemahamannya akan bertentangan dengan Mayoritas Ulama Penganut Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini bisa kita lihat pada kasus Salafy Wahabi sekte sempalan yang selalu bertentangan dengan Para Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, padahal Salafy wahabi merasa dirinya sebagai pengikut Ahlussunnah Wal Jamaah. Sepak terjang dakwah Salafy Wahabi menjadi fitnah terbesar bagi penganut ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah yang sebenarnya. Sehingga Ummat Islam Mayoritas (Assawadu Al A’dhom, Ahlussunnah Wal Jamaah) yang ada di seluruh dunia dibuatnya sibuk mengurus fitnah Wahabi.

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa perintis Wahabisme Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang otodidak yang merujuk kepada seorang otodidak klasik Syaikh Ibnu Taymiyyah. Maka wajar jika ajaran Wahabi menjadi eksklusif, menyempal dan bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah. Juga sudah bukan rahasia lagi, bahwa Salafy Wahabi adalah sekte anti Madzhab karena madzhab dalam pandangan / persepsi Wahabi menjadi sebab terpecah-belahnya Ummat Islam. Padahal faktanya para penganut Madzhab yang empat: Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi hidup rukun berdampingan saling menghargai dan bertoleransi sejak berabad-abad lamanya sampai sekarang. Karena para pengikut Madzhab Mu’tabar ini adalah wujud nyata dari para penganut Ahlussunnah Wal Jamaah, yaitu golongan yang selamat.

*****

SILSILAH ULAMA AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH SAMPAI SANADNYA KE ROSULULLAH SAW
1. Nabi Muhammad SAW
2. Sayidina Ali
3. Muhammad (Putra Sayidina Ali, dari istri kedua Kaulah bin Ja’far)
4. Wasil bin Ato’
5. Amr bin Ubaid
6. Ibrohim Annadhom
7. Abu Huzail Al-Alaq
8. Abu Hasi Adzuba’i
9. Abu Ali Adzuba’i
10. Imam Abu Hasan Ala’asyari (Pendiri Faham “AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH”) 234 H Karangannya: Kitab Maqolatul Islamiyin, Al Ibanah, Al Risalah, Al-Luma’, dll
11. Abu Abdillah Al Bahily
12. Abu Bakar Al Baqilany, karangannya: Kitab At Tamhid, Al Insof, Al bayan, Al Imdad, dll.
13. Abdul Malik Imam Haromain Al Juwainy, karangannya : Kitab Lathoiful Isaroh, As Samil, Al Irsyad, Al Arba’in, Al kafiyah.
14. Abu hamid Muhammad Al Ghozali. Karnannya: Kitab Ihya Ulumuddin, Misyakatul Anwar, Minhajul Qowim, Minhajul Abidin dll.
15. Abdul hamid Assyeikh Irsani. Karangannya: kitab Al Milal Wannihal, Musoro’atul Fulasifah dll.
16. Muhammad bin Umar Fakhruraazi, Karangannya: Kitab Tafsir Mafatihul Ghoib, Matholibul ‘Aliyah, Mabahisul Masyriqiyah, Al Mahsul Fi Ilmil Usul.
17. Abidin Al Izzy, karangannya: Kitab Al Mawaqit Fi Ilmil Kalam.
18. Abu Abdillah Muhammad As Sanusi, Karangannya: Kitab Al Aqidatul Kubro dll.
19. Al Bajury, karangannya: Kitab Jauhar tauhuid Dll.
20. Ad Dasuqy, karangannya: Kitab Ummul Barohin, dll.
21. Ahmad Zaini Dahlan, karanggannya: Kitab Sarah jurumiyah, Sarah Al Fiyah, dll.
22. Ahmad Khotib Sambas Kalimantan, Karangannya: Kitab Fathul ‘Arifin, dll.
23. Muhammad Annawawi Banten Karangannya: Syarah Safinatunnaja, Sarah Sulamutaufiq, dll.
Yang Mayoritas Ulama Di Indonesia memakai Karangan Syeikh Nawawi Albantaniy sebagai Kitab Rujukan.
24. Mahfud Termas, muridnya:
– Arsyad Banjarmasin
– Syech Kholil Bangkalan Madura
– Abdi Shomad Palembang
25. Hasyim Asy’Ari (Pendiri NU)

Wallohu a’lam….

sumber:

0 komentar on Apa Itu Ahlussunnah Wal Jamaah ? :

Posting Komentar