"Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku dengan sebab (pujian) yang mereka ucapkan,
dan ampunilah aku dari (perbuatan dosa) yang tidak mereka ketahui
(dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka)"
(HR. Bukhari)

Keinginan Berlebih-lebihan Dapat Membutakan Mata Hati

Bagaimana mungkin hati dapat memancarkan cahaya, sedangkan di dalamnya terlukis gambaran duniawi. Atau, bagaimana mungkin hati dapat menuju Allah kalau ia masih terikat oleh syahwat [keinginan]. Bagaimana hati akan mempunyai keinginan yang kuat agar masuk kepada kehadirat Allah, padahal hatinya belum suci dari ‘janabah’ kelalaiannya. Atau, bagaimana bisa berharap agar mengerti rahasia-rahasia yang halus, padahal ia belum bertaubat untuk menebus kesalahannya. [Syekh Ibnu Atho’illah]


Orang yang beriman tentu menginginkan hatinya dapat memancarkan cahaya untuk mengenal Allah dengan penglihatan indra keenam. Namun hal itu tidak akan dapat dirasakannya jika di dalam hati masih ada goresan-goresan gambaran keadaan dunia.
Liku-liku kehidupan yang hanya semu. Goresan-goresan tentang liku-liku kehidupan yang masih menempel di dalam hati bisa menyebabkan kegelapan kalbu. Jika hati menjadi gelap, tidak mungkin dapat memancarkan cahaya. Sinar keimanan tidak dapat menembusnya. Indra keenam menjadi tumpul.

Agar hati dan indra keenam dapat bercahaya, dan dapat mengenal keajaiban-keajaiban Allah, yang harus diperhatikan adalah hendaknya goresan tentang dunia yang dipandang oleh mata yang kemudian menempel di dalam hati haruslah disingkirkan. Hal itu merupakan belenggu nafsu. Selama nafsu membelenggu hati, maka jangan diharapkan dapat sampai kepada Allah. Jangan berharap dapat melihat keajaiban-keajaiban. Di dalam Al Quran diterangkan, “Dan adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya dan mau menahan hawa nafsu dari keinginannya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” [QS An Naziat : 40-41]

Selain itu, hendaklah kita membersihkan jiwa dari kesalahan-kesalahan, baik kesalahan terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Orang yang mempunyai kesalahan diibaratkan ia sedang menanggung janabah [junub], yaitu hadas besar yang terlebih dahulu ia harus mandi. Adapun ‘mandi’ dari kesalahan adalah bertaubat.

Orang yang mengharapkan ilmu dari Allah, yang mana dengan ilmu itu dapat menyingkap segala yang gaib, haruslah bertaubat dan bertakwa. Orang yang bertakwa tidak mungkin melakukan perbuatan buruk dan rendah. Karena takwa dan perbuatan buruk [maksiat] merupakan dua hal yang bertolak belakang. Mustahil dua hal itu dapat bertemu.

Oleh karena itu, janganlah kita menuruti keinginan-keinginan yang melantur tinggi selangit. Keinginan itu bermuara pada penguasaan harta benda, kenikmatan dan jabatan duniawi. Jika kita mengumbar keinginan yang nilainya rendah tersebut, maka tak mungkin dapat menajamkan mata hati. Jangan berharap dapat menggunakan indra keenam untuk menyingkap perkara gaib.